Semarang (ANTARA News) - Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang Prof Mungin Eddy Wibowo menilai bahwa pembelajaran menggunakan lembar kerja siswa (LKS) justru membatasi kreativitas guru.

"Dalam lembar kerja siswa (LKS) berisi soal-soal yang harus dikerjakan siswa, hal itu justru membatasi kreativitas guru karena mereka tidak bisa mengembangkan materi secara luas," katanya, di Semarang, Senin.

Menurut dia, para guru memang diharuskan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada buku-buku pelajaran yang sudah diseleksi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Mungin yang juga anggota BSNP itu mengatakan, buku-buku pelajaran itu hanya untuk acuan materi yang diajarkan, tetapi terkait soal seharusnya dibuat sendiri oleh setiap guru yang bersangkutan.

"Para guru bisa membuat soal dengan mengacu buku-buku pelajaran, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang tentunya sudah disesuaikan dengan kurikulum yang ditetapkan," katanya.

Pembelajaran semacam itu, kata dia, diyakini dapat memperluas kreativitas guru, karena mereka dapat mengembangkan soal berdasarkan materi yang ada, bukan semata-mata didapatkan dari LKS.

"Lembar kerja siswa sifatnya terpola dan soalnya sudah ditentukan, apalagi jika ternyata LKS yang digunakan tidak sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan tentunya akan merugikan," katanya.

Ia mencontohkan ada siswa yang mengeluh bahwa materi soal-soal ujian nasional (UN) ternyata tidak sesuai dengan apa yang mereka pelajari dan diperoleh di sekolah selama mereka menempuh pendidikan.

"Hal tersebut bisa dimungkinkan siswa hanya diberikan tugas untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS, dan LKS itu ternyata tidak mengacu pada materi atau kurikulum yang ada," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, para guru diharapkan tidak semata-mata mengandalkan LKS sebagai upaya untuk mengevaluasi pembelajaran, namun tetap mengandalkan kreativitas dan kemampuan yang dimilikinya.

"Kami hanya bertugas untuk menyeleksi buku-buku pelajaran yang akan digunakan sekolah, kalau untuk LKS bukan wewenang BSNP untuk menyeleksinya," kata Mungin yang juga mantan Ketua BSNP tersebut.

Menurut dia, BSNP menyeleksi setiap buku pelajaran berdasarkan pertimbangan kelayakan isi, penyajian, kebahasaan, dan grafik. Hal tersebut untuk mengantisipasi beredarnya buku pelajaran yang tidak sesuai.

Ditanya tentang jumlah buku pelajaran yang telah diseleksi BSNP, ia mengaku jumlahnya sangat banyak, karena setiap mata pelajaran untuk setiap jenjang pendidikan berjumlah lebih dari satu buku.

"Misalnya, mata pelajaran matematika untuk kelas I SD, ada lebih dari satu jenis buku dengan pengarang dan penerbit yang berbeda, demikian juga dengan buku-buku pelajaran untuk jenjang lain," kata Mungin.

(KR-ZLS/M008/S026)